INSPIRASI

Keripik Samiler Jombang, Tetap Eksis di Tengah Jajanan Modern

SEJAHTERA
  • Selasa, 13 September 2022 | 00:00

Desa Kayangan Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang, merupakan desa yang disebut kampung samiler. Sebab, warga desa utamanya kalangan ibu rumah tangga, beraktivitas sebagai pembuat keripik tradisional itu.

Tak banyak usaha jajanan tradisional yang tetap bertahan di tengah berkembangnya zaman, banyaknya jajanan modern secara perlahan menurunkan minat pada jajanan lawas. Namun berbeda di kampung yang telah produksi keripik samiler, dimulai sejak tahun 1980-an mereka tetap bertahan meski sempat terpukul di masa pandemi.

Berkunjung ke kampung halaman ini, pendatang akan disambut tugu desa bertuliskan Selamat Datang di Kampung Industri Samiler. Begitu melintas, keripik mentah berbahan singkong berjejer dijemur di tiap halaman rumah.

Ya, tiap halaman rumah di kampung ini banyak yang membentangkan plang atau banner bertuliskan ‘sedia keripik samiler’. Aktivitas warga setempat, ada yang sibuk bersih-bersih, juga menjemur hasil kerajinan jajanan tradisional tersebut.

Ketua Asosiasi Produsen Samiler Kayangan, Mardiansyah Triraharjo mengatakan, usaha kerupuk samiler kini masih bertahan, bahkan masih banyak usahanya yang banjir pesanan. Meski, kian marak jualan jajanan modern.

“Alhamdulillah masih bertahan dan lancar, bulan ini kan musimnya haji dan hajatan, jadi terus mengalami banyak pesanan,” ujar pria akrab disapa Mardi kepada awak media, Sabtu (27/8).

Mardi menuturkan, produksi keripik berbahan singkong di kampung samiler ini ada sejak puluhan tahun lalu. Berawal dari satu orang, kemudian meningkat hingga kini terdapat sekitar 6.490 jiwa.

Dari ribuan produsen keripik samiler yang tersebar di 4 dusun ini, terhitung 32 produsen yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Samiler Kayangan (ASPERA). Sementara ini ada sekitar 40 industri rumah tangga yang memproduksi.

“Iya sekarang makin bertambah jumlah produsennya, ada yang tergabung ada yang berdiri sendiri. Makin bertambah ini setelah bangkit dari masa pandemi kemarin, soalnya sejak pandemi itu produksi samiler ini mengalami penurunan 50 persen,” cetusnya saat ditemui di kediamannya.

Begitu wabah pandemi Covid-19 dinilai melandai, peningkatan jumlah pemesanan mulai dirasakan. Bahkan ketika musim haji dan hajatan sejak bulan Juli hingga Agustus ini, jumlah pengiriman samiler bertambah, dari luar daerah hingga antar pulau.

“Saat ini Alhamdulillah terus lancar dan bertambah jumlah pemesanannya. Paling jauh antar pulau pengiriman kami, seperti di daerah Kalimantan gitu. Ya semoga kedepannya, jajanan tradisional ini tetap bertahan dan terus lancar,” tandasnya.

Proses pembuatan keripik smailer cukup sederhana karena diproduksi secara rumahan. Di sepanjang jalan kampung, tampak seorang emak-emak yang sedang  menjemur kripik mentah di atas meja besar di depan halaman rumahnya. Seorang diri perempuan berwajah keriput ini, tetap terlihat semangat menjemur hasil usahanya di bawah sinar matahari pagi.

Adalah Sri Rahayu namanya, salah satu produsen keripik samiler di desa setempat. Perempuan berusia 59 ini mengaku telah 10 tahun memproduksi keripik tradisional tersebut.

“Usaha ini sejak 10 tahunan. Ya turun temurun dari orang tua. Jadi saya melanjutkannya, Alhamdulillah sampai saat ini masih normal - normal saja. Dulu dikerjakan dua orang, sekarang sudah ada karyawan sekitar 6 orang,” kata Sri Rahayu saat ditemui di tempat produksinya.

Tempat produksinya berada di dapur belakang kediamannya. Memasuki dapur itu, penulis melihat sejumlah karyawannya sibuk dengan tugas masing-masing. Ada yang menghaluskan singkong, menggiling singkong, mencetak keripik samiler, hingga membingkis keripik mentah samiler di atas plastik yang sudah diolesi minyak goreng.

Ya, aroma menyengat dari kerupuk samiler terasa berada di samping tempat pemanasan. Uap pemanasan keripik di panci berukuran besar, terlihat jelas mengeluarkan kukus bak kepulan asap rokok.

Sembari melakukan proses pembuatan, Sri Rahayu menyebut, keripik ini memiliki bahan dasar singkong, daun seledri, garam, bawang merah dan bawang putih, serta gula. Setelah singkong dibuang kulitnya, lalu haluskan dengan mesin giling.

“Setelah halus langsung dicampur dengan barang-barang tadi, disertai penyedap rasanya. Kemudian dikukus sampai matang, gak lama kok. Ya sambil di cek, kalau warnanya sudah kecoklat-coklatan itu berarti matang,” katanya.

Selesai kemudian, dijemur hingga kering di bawah sinar matahari. Setelah itu bisa langsung dikemas atau digoreng di atas wajan berukuran sedang. Kemudian dibungkus dalam kemasan dengan rapi.

“Yang sering kami buat itu original mas, cuma keripik samiler gitu saja, kadang ada yang rasa pedas. Ya menyesuaikan pemesanannya. Kalau soal rasanya, ya gurih samiler ini, ada yang pedas dikit gitu,” bebernya.

Sekali produksi keripik samiler, Sri Rahayu menyebut bisa menghabiskan 40 hingga 50 kilogram singkong. Dari 50 kilogram singkong tersebut menjadi sekitar 25 kilogram keripik samiler.

“Setelah itu dikirim ke pelanggan. Kalau soal omzet normal saja, kalau diperkirakan cuan yang saya dapat setiap harinya sekitar Rp 100 hingga Rp 200 ribu. Ya dijalani saja gitu mas, rezeki sudah ada yang ngatur,” kata ibu beranak dua ini.

Kendati usaha berjalan lancar, ia tetap berharap support pemerintah tetap diperlukan. Sehingga, usaha tersebut tetap eksis, tetap banyak pelanggan dan terus berjalan usahanya ini. (*)

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Lainnya