Ekonomi

Nestapa Seorang Sopir Asal Mojowarno, Alami Kebutaan, Dicerai Istri juga Tak Terima Bantuan Pemerintah

SEJAHTERA
  • Kamis, 6 Oktober 2022 | 00:00

Jombang, sejahtera.co - Malang benar nasib seorang pria bernama Khoirul Asnan (43), warga Desa Menganto Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang ini.

Betapa tidak, ia yang semula berprofesi sebagai sopir truk dengan muatan berat lintas daerah seperti Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), kini harus menganggur di rumah lantaran mengalami kebutaan. Sudah begitu ia juga harus ikhlas dicerai sang istri beberapa tahun lalu.

Ditemui di rumahnya Rabu (5/10), Khoirul tampak mengenakan setelan pakaian kemeja batik bercelana pendek, dengan didampingi beberapa keluarga kandungnya.

Kepada awak media, Khoirul mengungkapkan bahwa telah menjadi sopir sudah sejak baru tamat pendidikan tingkat SLTP. Kala itu juga, ia sudah menjadi sopir truk yang mengangkut muatan berat ke beberapa penjuru daerah.

Namun perjalanan Khoirul jadi sopir harus terhentikan di tahun 2013. Hal itu terjadi karena tiba-tiba penglihatannya buram hingga terjadi kebutaan. Sejak itu juga, ia memilih untuk diam di rumah sembari mencari pengobatan kesana kemari.

Menurut Khoirul, hingga kini pengobatan sudah dilakukan beberapa kali. Mulai dari tempat fasilitas kesehatan pemerintah, swasta, bahkan cara non medis juga ia tempuh. Hanya saja hasilnya belum memuaskan.

Menurut Khoirul, kebutaannya yang dia alami berawal dari kelilipan ketika mengemudi truk di daerah Kabupaten Sidoarjo. Kala itu ia hendak memarkirkan truk muatannya. Namun secara tiba-tiba terasa mata perih, layaknya benda aneh yang masuk ke kedua matanya.

"Seperti ada benda aneh yang masuk ke mata, seperti orang kelilipan tapi waktu itu begitu perih yang saya rasakan. Setelahnya terpaksa saya kucek-kucek, kemudian pandangan ke depan itu tak seperti biasanya. Ya jadi buram gitu, masih sakit juga," tuturnya saat ditemui sejumlah wartawan.

Karena tambah lama dirasa makin perih, ia kemudian menghubungi keluarganya minta untuk dijemput. Keesokan harinya, ia langsung dibawa ke puskesmas setempat untuk berobat.

Begitu dirasa tak puas, dia memutuskan pindah tempat berobat secara non medis beberapa kali bahkan hingga luar daerah. Hal itu terus ia lakukan untuk demi mendapatkan kesembuhan.

"Sudah ke mana-mana berobatnya, sudah bolak balik ke dukun juga, berobat ke rumah sakit pun sampai ke dr Soetomo Surabaya sudah. Tapi ya gitu, dampak obatnya itu gak kerasa. Padahal obatnya sudah kemana-mana, sampai gak ada biaya lagi," jelasnya.

Sementara itu, kesedihan yang ia rasakan tidak berhenti di sini saja. Tidak ada barat tidak ada angin, sang istri yang telah memberinya satu orang anak, tiba-tiba mengajak cerai.

"Anak ikut sana (mantan istri). Tahun 2016 itu cerainya. Saya gak tau juga karena apa. Tiba-tiba maunya hidup sendiri-sendiri, ya sejak itu saya di sini sendirian," ungkap Khoirul.

Begitu tinggal sendiri, ia sangat terasa kesepian. Namun disampaikan hal itu terpaksa ia jalani, sebab diyakini keluarganya tak akan meninggalkannya hidup sebatang kara.

"Masih ada kakak dan adik, kalau mau makan. Ya itu kalau ada rezeki dianterin makan, kalau tidak ada ya tidak makan," ungkapnya.

Setiap harinya, Khoirul berada di rumah sederhana. Dari kejauhan, rumah itu terlihat seperti rumah kosong tak dipakai. Sementara di ruangan tamunya, hanya tersedia kursi dan kipas angin yang biasa menemani Khoirul di rumah.

Hingga kini, Khoirul mengaku sangat ingin kesembuhan. Namun diakuinya, tak ada biaya untuk kembali lagi melakukan upaya dalam pemeriksaan maupun pengobatan. Sementara bantuan pemerintah pun, hampir tak dirasakan selama hidup sebatang kara.

Padahal, bapak satu anak ini tercatat merupakan sebagai penduduk Dusun/Desa Menganto Kecamatan Mojowarno. Namun selama ini, dikatakannya tak pernah merasakan uluran tangan dari pemerintah. Baik kunjungan maupun pemberian bantuan.

"Tidak pernah sama sekali yang namanya (menerima) bantuan itu. Sudah mengajukan dari dulu, tapi sampai sekarang gak ada. Mau tanya lagi takut dikira maksa, ya nunggu saja. Sebetulnya pingin banget bisa periksa tapi kan gak ada biaya. Makan saja minta," katanya.

Di tempat yang sama, Sri Ainun (45) kakak kandung dari Khoirul, memastikan jika adik kandungnya, tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah selama hidup sebatang kara.

Dari situ ia merasa penasaran, betapa tidak warga yang mampu di sekitar rumah Khoirul dikabarkan rata-rata mendapatkan bantuan. Baik bantuan sejak wabah pandemi Covid-19 melanda, hingga program bantuan lainnya sekarang.

"Sempat bingung mikir, kenapa orang yang mampu dapat bantuan. Tapi ini yang hidupnya begini, tidak dapat. Sama sekali tidak dapat bantuan dari pemerintah. Kalau harapannya ya semoga dapat bantuan. Siapa tahu untuk pengobatan atau bantuan kebutuhan pokoknya lain," tutup Sri

Sementara dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Menganto Yunus Ardiansyah membenarkan jika Khoirul merupakan warga setempat. Selain itu, ia mengaku mengetahui juga kondisi Khoirul yang mengalami kebutaan sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu.

Sementara menyinggung bantuan pemerintah terhadap Khoirul, Yunus menyebut adanya suatu terkendala. Kendala dimaksud dalam admistrasi yang kemudian tidak terdaftar dalam program perlindungan sosial dari pemerintah.

"Sebenarnya, keluarga Khoirul dinyatakan sudah mendapatkan bantuan berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Namun bantuannya diterima oleh mantan istrinya. Sebab sejak bantuan mengalir itu, Khoirul dengan mantan istrinya masih tercatat dalam satu Kartu Keluarga (KK).

Ditanya soal keluhan yang kini dirasakan Khoirul, Yunus memastikan sudah mengusulkan nama Khoirul dalam data penerima program perlindungan sosial pada awal tahun 2022.

"Jadi sudah kami usulkan ke Dinsos dan Kemensos, semoga tahun depan sudah ter-cover," tutupnya. (Koran Memo)


Rekomendasi Untuk Anda

Berita Lainnya