“Untuk bangunan kita akan pasang garis polisi dan ditutup seng, intinya tidak boleh ada akses keluar masuk di sini,” ucapnya.
Baca Juga: Okupansi Vila Kota Batu Melejit Saat Libur Panjang
Sejauh ini sosialisasi telah dilaksanakan sejak tanggal 14 April 2015 yang bertempat di Dinas PU Bina Marga Kediri Provinsi Jatim. Kemudian tanggal 26 April 2016 di RS Kusta Kediri dan tanggal 8-12 Oktober 2018 dengan mendatangi ke rumah warga.
Berikutnya pada 18 Desember 2018, di RS Kusta, 15 Desember 2022 di Kantor Kejaksaan Negeri Kota Kediri, 22 Desember 2022 kunjungan ke rumah warga beserta 3 pilar desa, 27 Desember 2022, di Kejaksaan Negeri Kota Kediri dan Audiensi dengan komisi A DPRD Provinsi Jatim pada 8 Mei 2023.
Darwan menyebut, warga yang menempati kaveling tersebut memiliki surat perjanjian sewa-menyewa tanah dengan Pemprov Jatim yang berakhir pada tahun 2015. Namun, hanya terdapat tiga kepala keluarga yang memperpanjang surat perjanjian sampai dengan tahun 2018.
Semenjak tahun 2018 sudah tidak ada perikatan kembali antara warga dengan pemilik Pemprov Jatim. Dalam perjanjian sewa menyewa itu telah disepakati pada Pasal 7, Kewajiban pihak kedua poin D yang tertulis:
“Mengembalikan obyek perjanjian dalam keadaan kosong seperti bentuk semula dan terawat dengan baik serta tanpa beban biaya apapun,” jelasnya.
“Apabila jangka waktu sewa menyewa ini berakhir dan tidak diperpanjang lagi baik oleh pihak kesatu maupun pihak kedua tidak menanggung risiko atas biaya yang ditimbulkan akibat pengosongan dimaksud,” tambahnya.
Kuasa Hukum Warga Agustinus Jaehandu mengatakan, yang memberi kuasa pada dirinya ada sebanyak 13 orang dengan bangunannya kurang lebih ada 18. Selain itu, tuntutan dari mereka adalah hanya sederhana supaya diperlakukan seperti manusia dan tidak diusir seperti binatang.