Ponorogo, sejahtera.co - Sebanyak 400 sapi perah yang mati akibat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di Kecamatan Pudak dan Pulung, Kabupaten Ponorogo terancam tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Pasalnya ratusan sapi tersebut tidak terdaftar dalam Sistem Informasi Kesehatan Hewan Indonesia (iSIKNAS), yang digunakan sebagai bahan acuan terhadap ganti rugi senilai 10 juta rupiah per ekor.
Wakil Ketua DPRD Ponorogo, Miseri Effendi yang sudah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan peternak Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan ( Dipertahankan) mengatakan, ratusan sapi yang tidak masuk dalam data iSIKNAS tersebut lantaran terganjal regulasi tentang syarat pengajuan bantuan.
âAda regulasi yang menyebutkan bahwa harus ada visum dari dokter penyebab kematian sapi,â ungkap Miseri, kepada wartawan, Kamis (6/10)
Lebih lanjut, banyaknya sapi yang belum terjangkau bantuan, membuat gejolak terjadi ditingkat bawah atau desa. Pasalnya di desa ada peternak yang mendapatkan kompensasi sedangkan lainnya juga tidak mendapat.
âBanyak peternak yang tidak mengetahui tentang regulasi tersebut, sehingga ketika pendataan pada 3 Agustus lalu, banyak yang belum tercover,â bebernya
Menurut Miseri, perangkat daerah berwenang beralasan hasil visum untuk syarat pendataan hanya bisa dikeluarkan oleh Dokter pemerintah. Padahal hasil visum bisa dikeluarkan oleh dokter dari pemerintah maupun swasta.
âSetelah kami pelajari, ternyata dokter swasta bisa mengeluarkan hasil visum dari hasil rekomendasi dokter pemerintah,â lanjut Miseri
Miseri bakal berusaha agar 400 sapi yang mati tersebut bisa mendapatkan ganti rugi. Untuk itu dia juga mengundang dokter swasta untuk RDP.
Kemudian nanti kesepakatan akan ditindaklanjuti ke kementerian dan komisi 4 DPR RI agar ada solusi. âKami tidak setuju itu menjadi urusan peternak. Mereka tidak tahu regulasi. Itu kewajiban kami Pemkab dan DPRD,â tandasnya.(Koran Memo)