Trenggalek, SEJAHTERA.CO - Kegelapan penglihatan yang menyelimuti penyandang disabilitas tuna netra tak menyurutkan langkah mereka untuk meraih cahaya melalui Al-Quran. Dengan gigih mereka menapaki jalan pendidikan agama, meskipun dengan tantangan yang tidak biasa. Potret itu tergambar di SLB Kemala Bhayangkari I Trenggalek.
Lantunan ayat suci Al-Quran terdengar merdu dari sebuah kelas di pusat pendidikan SLB Kemala I Bhayangkari yang ada di Jalan Hos Cokroaminoto nomor 7 Kelurahan Surodakan Trenggalek, Senin (1/4/2024). Terdengar suara halus dan getaran tangan yang menelusuri baris-baris huruf kecil di atas kertas.
Tidak seperti belajar Al-Quran secara konvensional, anak-anak ini belajar melalui bahasa braille, sistem titik-titik yang dirancang khusus untuk mereka yang memiliki gangguan penglihatan.
Terlihat dari sudut ruangan, dua bocah dengan khusyuk nan merdu melantunkan ayat suci Al-Quran dibarengi dengan gerakan tangannya yang mengeja secara perlahan. Dua anak itu merupakan seorang penyandang tuna netra yang sedang mengikuti kegiatan pondok Ramadan di sekolah itu dengan mengisi kegiatan membaca Al-Quran braille.
“Ada dua peserta yang ikut dalam pengajian Al Quran braille dan mereka pada umumnya adalah penyandang tuna netra. Dalam pengajian ini, mereka diajarkan mengenai tajwid dalam mengaji alquran,” kata Kepala SMA-LB, Yessi Kurniawati.
Di tengah upaya mereka untuk memahami Al-Quran, tantangan tidak hanya terletak pada kemampuan membaca, tetapi juga dalam memahami makna dan pesan yang terkandung di dalamnya. Namun, dengan dukungan dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, anak-anak ini terus mengatasi setiap rintangan dengan tekad yang kuat.
“Kami harus memahami cara mereka belajar dan memberikan bahan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan begitu, mereka dapat merasakan kedekatan spiritual yang sama seperti teman-teman mereka yang tidak memiliki keterbatasan,” imbuhnya.