Citizen Journalist

Pandai Besi ‘Perekat’ Keharmonisan, Selama 20 Tahun Tekuni Profesi, Tempat Tongkrongan dan Belajar Gratis

SANTOSO
  • Rabu, 5 April 2023 | 09:37
Saeni saat membuat peralatan yang di pesan pelanggan (angga/memo) (koran memo)


Sempat mau berhenti, namun warga meminta untuk mempertimbangkan. “Sempat mau berhenti tapi sama orang-orang di desa sini dilarang. Saya sudah 20 tahun jadi pandai,” kata dia.


Alasannya para tetangga bingung jika Saeni pensiun sebagai pandai besi dan fokus menjadi petani. Kepada siapa mereka akan memesan atau memperbaiki alat pertaniannya yang rusak. Terlebih tak sedikit warga di daerah itu berkutat pada sektor pertanian.


“Ada tapi harus ke pandai besi yang jauh dari Desa Jajar,” jelasnya.

Baca Juga: Berkah Ramadan, Perajin Parsel Kebanjiran Order


Dia belajar jadi pandai besi secara otodidak. Bapak dua anak itu mensyukuri setiap penghasilannya jadi pandai besi dan tak pernah mematok dengan harga tinggi. Karena pekerjaan utamanya adalah petani, selain itu ia juga memiliki niat untuk membantu para petani lainnya.


“Rata – rata arit atau pisau buatan saya jual Rp 70 – 90 ribu. Paling mahal saya ingat Rp 120 ribu. Saya enggan mematok harga tinggi, karena saya tahu bagaimana suka dukanya menjadi seorang petani,” ujar Saeni.


Untuk bisa memproduksi alat pertanian yang terjangkau namun tidak mengabaikan kualitas, Saeni rajin mencari bahan baku di pengepul rongsokan. Biasanya ia mencari besi rongsokan di daerah Gondang Kabupaten Tulungagung.

Baca Juga: Setubuhi Keponakan di Gubuk Panderman Hill Kabupaten Malang


“Di sana banyak onderdil mobil yang orisinal tapi sudah rusak, seperti misalnya per mobil bekas,” ujarnya.


Tak heran meskipun hanya melayani pesanan lokal Trenggalek, tak jarang produknya seperti sabit atau alat-alat pertanian lainnya dibawa masyarakat ke daerah lain. Seperti misalnya di bawa sampai ke Sumatra hingga Kalimantan oleh orang Trenggalek yang merantau di sana.

Rekomendasi Untuk Anda

Berita Terkait

Berita Lainnya