Masalah yang mengganjal ialah bahwa Pakubuwana X tidak memperoleh putra dari kedua permaisurinya. Dua putra Pakubuwana X yang tertua, Hangabehi dan Kusumayuda, lahir dari selir.
Baca Juga: Hendak Dahului Truk, Pemotor Terseret 10 Meter di Trenggalek
Sebenarnya pada tahun 1898 Pakubuwana X sudah berniat mengangkat Kusumayuda sebagai putra mahkota meski usianya 40 hari lebih muda dari Hangabehi.
Sampai akhirnya keinginan Pakubuwana X itu diurungkan, dan ia lebih memilih Hangabehi untuk menjadi pewaris tahta.
Hangabehi kemudian diberikan sejumlah posisi penting, di antaranya menjabat sebagai Wedana Tengen (jabatan setingkat Pangageng Putra Sentana) serta memperoleh kepercayaan sesoeratman, sebagai Wakil Ketua Raad Nagari, sebuah dewan pertimbangan kerajaan.
Baca Juga: Pengeroyokan Akibat Pengaruh Miras, Dua Pemuda Tulungagung Diringkus
Hangabehi juga diutus Pakubuwana X untuk menghadiri undangan peringatan 40 tahun kenaikan tahta Ratu Wilhelmina di Belanda.
Pada akhir November 1938, Pakubuwana X menderita sakit keras dan akhirnya wafat pada Februari 1939.
Atas nasihat Den Haag, Gubernur Jenderal A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer memilih KGPH. Hangabehi untuk menggantikan ayahnya sebagai Pakubuwana XI.
Pengangkatan Hangabehi disertai dengan kontrak politik yang menurunkan kewibawaan susuhunan.